Turangga
Jaran Jati merupakan salah satu komunitas seni Jathilan yang berada di Desa
Sumberarum padukuhan Sejati Desa.
Turangga Jati merupakan salah satu komunitas Jathilan yang masih memakai
alat-alat tradisional (tanpa alat modern) dan telah populer pada tahun 1941 .
Komunitas ini akan tampil pada event-event
desa tertentu ataupun secara khusus di sewa oleh pihak lain. Turangga Jaran
Jati mempunyai arti khusus, yaitu Turangga yang berarti kuda, Jaran berarti
Tarian, Jati berarti asli. Menurut Bapak Tukiman selaku bagian dari komunitas
tersebut mengungkapkan arti dari Turangga Jaran Jati yang berarti tarian
berkuda yang masih asli.
Pertunjukan
seni Jathilan pada komunitas ini, pada umumnya hampir sama dengan komunitas
lainnya, yaitu masih memakai sistem babak / round,
warga setempat menyebutnya dengan ronde. Setiap ronde diisi oleh penari
yang berbeda-beda baik umurnya maupun ukuran tubuhnya. Ronde pertama diperankan
oleh penari yang masih muda dan memiliki ukuran tubuh rata-rata seusia anak
SMA, ronde kedua diperankan oleh penari yang lebih tua dan berukuran tubuh
lebih besar. Turangga Jaran Jati biasanya hanya menggelar 2 ronde saja dalam
pertunjukan, namun apabila ada yang memberi upah lebih, maka mereka tidak segan
untuk menampilkan ronde ke-3 (tiga).
Penarinya
menggunakan pakaian bernuansa kejawen dengan baju hem berwarna putih dan rompi
berwarna biru yang telah dihiasi oleh beberapa pernak-pernik yang membuat
nuansa kejawen lebih terlihat. Pemain menggunakan jarik (kain khas jawa berukir
batik) sebagai pakaian bawahnya yang berwarna dasar hitam dengan ukiran batik
berwarna putih. Pemain di lengkapi dengan topi yang berwarna dasar merah dan bagian
kuping dari penari dihias oleh sepasang kuping palsu. Wajah para penari
Turangga Jati di hiasi oleh make up yang
di lengkapi kumis dan diberi kacamata hitam.
Pada
bagian depan tempat pertunjukan dapat dilihat beberapa perlengkapan seperti
kuda pemain, alat musik, serta tumpeng. Menurut Pak Tukiman tumpeng tersebut merupakan syarat dari pertunjukan seni tersebut
agar acara dapat berjalan lancar seperti yang diharapkan. Tumpeng tersebut
dilengkapi dengan ayam yang telah direbus sebanyak satu ekor, bubur jenang,
telur rebus, buah pisang, dupa, kembang tujuh rupa, nasi kuning, serta uang
sejumlah 2 ribu rupiah.
Turangga Jati di lengkapi oleh 8 anggota yang memainkan alat musik, yang terdiri dari 4 (empat) orang yang memainkan angklung, 3 (tiga) orang memainkan gamelan, dan 1 (satu) orang memainkan gendang / bende. Pemain musik dilengkapi juga dengan pakaian khas jawa yang berupa batik dan blangkon. Iringan musik juga dilengkapi oleh 2 (dua) orang yang berperan memainkan tembang-tembang jawa.
Ada juga beberapa pemain yang berlenggak-lenggok di lapangan pertunjukan, mereka memainkan peran sebagai Doyok Penthul atau tembem yang memakai topeng berwarna hitam, Wewe yang memakai topeng berwarna kuning dan berhias rambut palsu yang berwarna putih, Genduruwo yang memakai topeng berwarna dasar merah dengan warna penghias yang berupa hitam dan putih, lalu yang terakhir adalah Kebo atau Barongan yang mempunyai warna topeng hampir mirip dengan genduruwo tetapi pada bagian belakangnya terdiri dari karung dan pada bagian ekornya terdapat buntut yang terbuat dari ekor sapi / kerbau, Barongan tersebut diperankan oleh 2 (dua) orang, 1 (satu) memegang kepalanya dan 1 (satu) memegang bagian belakang.
Turangga Jati di lengkapi oleh 8 anggota yang memainkan alat musik, yang terdiri dari 4 (empat) orang yang memainkan angklung, 3 (tiga) orang memainkan gamelan, dan 1 (satu) orang memainkan gendang / bende. Pemain musik dilengkapi juga dengan pakaian khas jawa yang berupa batik dan blangkon. Iringan musik juga dilengkapi oleh 2 (dua) orang yang berperan memainkan tembang-tembang jawa.
Ada juga beberapa pemain yang berlenggak-lenggok di lapangan pertunjukan, mereka memainkan peran sebagai Doyok Penthul atau tembem yang memakai topeng berwarna hitam, Wewe yang memakai topeng berwarna kuning dan berhias rambut palsu yang berwarna putih, Genduruwo yang memakai topeng berwarna dasar merah dengan warna penghias yang berupa hitam dan putih, lalu yang terakhir adalah Kebo atau Barongan yang mempunyai warna topeng hampir mirip dengan genduruwo tetapi pada bagian belakangnya terdiri dari karung dan pada bagian ekornya terdapat buntut yang terbuat dari ekor sapi / kerbau, Barongan tersebut diperankan oleh 2 (dua) orang, 1 (satu) memegang kepalanya dan 1 (satu) memegang bagian belakang.
Setelah
penari menari sambil diiringi musik tembang-tembang jawa, pertunjukan Jathilan
dari komunitas Turangga Jati juga mempunyai waktu klimaks, dimana para
pemainnya mengalami trance/
kesurupan. Pada waktu ini penari jatuh satu per satu karena dirasuki oleh roh
halus (istilah orang sekitar), ketika mereka terjatuh beberapa pawang
menghampiri mereka dan membuat mereka berdiri sambil menggerakan tangan penari
tersebut, tidak hanya penari yang kesurupan, namun dari pihak penonton juga
bisa-bisa mengalami hal yang serupa. Setelah beberapa saat penari yang mengalami kesurupan tersebut
berdiri dan menari, gerakan mereka terlihat lebih gemulai dan terlihat lebih
gagah, seperti seorang prajurit yang siap bertempur.
Gerakan penari saat mengalami kesurupan bermacam-macam dan unik. Ada yang menari dengan lincah seperti mengendarai kuda beneran, ada yang menari dengan liar, ada yang pergi kearah tumpeng lalu memakan beberapa makanan di sana, ada juga yang meminum air sendang sambil memberi air tersebut kepada kuda(jarannya) seperti halnya seorang pemilik kuda yang memberi minum pada kudanya, ada juga yang menunjuk lalu menarik penonton agar ikut menari bersama-sama di lapangan pertunjukan.
Gerakan penari saat mengalami kesurupan bermacam-macam dan unik. Ada yang menari dengan lincah seperti mengendarai kuda beneran, ada yang menari dengan liar, ada yang pergi kearah tumpeng lalu memakan beberapa makanan di sana, ada juga yang meminum air sendang sambil memberi air tersebut kepada kuda(jarannya) seperti halnya seorang pemilik kuda yang memberi minum pada kudanya, ada juga yang menunjuk lalu menarik penonton agar ikut menari bersama-sama di lapangan pertunjukan.
Jathilan merupakan salah satu budaya yang berasal dari pulau Jawa dan menurut beberapa sumber budaya tersebut telah popular dari masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono pertama. Pulau Jawa merupakan pulau dengan kekayaan seni dan budaya yang tidak terhitung, oleh karena itu, melestarikan dan mempertahankan tiap budaya yang ada merupakan kewajiban dari masyarakat pulau Jawa dan masyarakat Yogyakarta pada khususnya.